Aqiqah Bandung

Aqiqah merupakan salah satu sunnah yang sangat dianjurkan dalam Islam, yaitu penyembelihan hewan sebagai salah satu bentuk rasa syukur atas kelahiran anak. Namun, bagaimana jadinya apabila seseorang telah dewasa dan belum diaqiqahi oleh orang tuanya? Para ulama berselisih pendapat terkait hal ini, sebagaimana yang dijelaskan oleh Syafri Muhammad Noor, Lc dalam bukunya yang bertajuk “Sudah Dewasa tapi Belum Diaqiqahi?”.

Sunnah Diaqiqahi

Sebagian ulama, seperti Imam Ibnu Hajar al-Haitami dalam kitab Nihayatul Muhtaj, menyatakan bahwa seseorang yang belum diaqiqahi saat ia masih kecil disunnahkan untuk mengaqiqahi dirinya sendiri setelah ia beranjak dewasa.

Imam ‘Atha’ dan Hasan al-Bashri juga mendukung pandangan ini, dengan alasan bahwa aqiqah merupakan salah satu bentuk pelepasan diri dari “rahn” (jaminan), sehingga menyegerakan aqiqah menjadi hal yang sangat baik. Pandangan ini diperkuat dengan riwayat Muhammad bin Sirin yang menyatakan bahwa ia pernah mengaqiqahi dirinya sendiri dengan seekor unta betina setelah dewasa.

Imam Ahmad dalam salah satu riwayatnya juga mengatakan bahwa mengaqiqahi dirinya sendiri setalah ia beranjak dewasa merupakan perbuatan yang baik. Beliau juga berkata “Jika seseorang melakukannya, aku tidak membencinya.”

Adapun dalilnya adalah sebagai berikut,

أن النبي – صلى الله عليه وسلم – عق عن نفسه بعد النبوة

“Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam mengaqiqahi dirinya sendiri setelah diutus menjadi nabi”

Tidak Perlu Diaqiqahi

Adapun pendapat lain yang menyatakan bahwa aqiqah merupakan tanggung jawab orang tua dan bukan kewajiban anak, sehingga orang dewasa yang belum diaqiqahi tidak perlu mengaqiqahi dirinya sendiri. Pendapat ini pun didukung oleh Imam Syafi’I dan sebagian riwayat Imam Ahmad,

وَسُئِلَ أَحْمَدُ عَنْ هَذِهِ الْمَسْأَلَةِ ، فَقَالَ : ذَلِكَ عَلَى الْوَالِدِ . يَعْنِي لَا يَعُقُّ عَنْ نَفْسِهِ ؛ لِأَنَّ السُّنَّةَ فِي حَقٌّ غَيْرِهِ

Imam Ahmad ditanya terkait permasalahan ini, beliau berkata: “(Aqiqah) itu kewajiban orangtua, maksudnya adalah ia tidak (boleh) mengaqiqahi atas dirinya, karena menurut sunnah (mewajibkan) dalam hak selainnya.”

Imam Ahmad menegaskan bahwa “Aqiqah adalah kewajiban orang tua, sehingga anak tidak perlu melakukannya untuk dirinya sendiri. Imam Ibnu Qudamah juga menyatakan hal serupa, dengan menyebut bahwa aqiqah adalah syariat bagi orang tua, bukan untuk anak.” Jelasnya.

 

Mereka yang berpegang teguh pada pendapat ini pun mengkritik kebasahan hadis yang digunakan oleh pendapat pertama. Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzdzab, menyebutkan bahwa hadis yang menyatakan Rasulullah SAW mengaqiqahi dirinya sendiri merupakan hadis batil dan munkar. Imam Baihaqi juga mengatakan bahwa hadit tersebut sanadnya lemah.

Sebagian ulama juga berpendapat bahwa apabila Rasulullah SAW benar melakukan aqiqah atas dirinya, maka hal itu bersifat khusus untuk beliau, bukan untuk umat-umatnya.

Perbedaan pendapat ulama terkait pelaksanaan aqiqah untuk orang dewasa memberikan ruang bagi umat Muslim untuk memilih sesuai dengan keyakinan dan pandangan ulama yang mereka ikuti. Bagi yang ingin menunaikan aqiqah untuk dirinya sendiri, tentu hal ini tetap dianggap baik oleh sebagian ulama. Namun, bagi yang memutuskan untuk tidak melakukannya, itu pun tidak dianggap sebagai suatu kesalahan.

Wallahu’alam bishawab.

Penulis : elis