Bismillahirrahmanirrahim.
Kami doakan ananda Tanisha Edirne Azzahra kelak menjadi pribadi shalihah yang sukses dunia dan akhirat, serta dapat menenangkan hati kedua orang tuanya.

Jazakumullahu khairan katsira kepada Ayah Wiwid Sularto dan Bunda Ismi Priatiningsih warga kecamatan Gedebage karena telah mempercayakan ibadah aqiqah Bandungnya kepada Al-Hilal.

Semoga ibadah aqiqahnya diterima di sisi Allah. Aamiin ya Rabbal Alamin.

Makna Anak Tergadaikan dengan Aqiqahnya

Apa makna hadis, “tiap anak tergadai dengan aqiqahnya?” Dan apakah kedudukan hadis ini shahih? Terima kasih. | Aqiqah Bandung

Jawab:

Hadis ini kedudukannya shahih, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كُلُّ غُلاَمٍ مُرْتَهَنٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ السَّابِعِ وَيُحْلَقُ رَأْسُهُ وَيُسَمَّى

Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya. Disembelih pada hari ketujuh, dicukur gundul rambutnya, dan diberi nama.” (HR. Ahmad 20722, at-Turmudzi 1605, dan dishahihkan al-Albani).  | Aqiqah Bandung

Ulama berbeda pandangan tentang makna kalimat ‘tiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya’.  | Aqiqah Bandung

Dibawah ini rincian pendapat para ulama memaknai hadis di atas

Pandangan Pertama, syafaat yang diberikan anak pada orang tua akan tergadaikan dengan ibadah aqiqah. Artinya, apabila anak tersebut nanti meninggal sebelum waktu baligh akan tetapi anak itu belum diaqiqahi maka orang tua tidak akan mendapat syafaatnya kelak di hari kiamat.

Ulama yang memiliki pandangan ini adalah Atha al-Khurasani – ulama tabi’in – dan Imam Ahmad.

قال أحمد هذا في الشفاعة يريد أنه إن لم يعق عنه فمات طفلاً لم يُشفع في والديه

Menurut Imam Ahmad, hadis diatas menerangkan mengenai syafaat. Yang beliau maksudkan, bahwa kala anak tidak diaqiqahi, lalu dia meninggal masih bayi, maka (bayi itu) tidak akan bisa memberi syafaat bagi orang tuanya. (Ma’alim as-Sunan, 4/285)

Atha’ al-Khurasani menguatkan pandangan diatas. Diriwayatkan al-Baihaqi dari jalur Yahya bin Hamzah, bahwa beliau bertanya pada Atha’, tentang makna ‘Anak tergadaikan dengan aqiqahnya.’ Jawab Atha’,

يحرم شفاعة ولده

Dia (orang tuanya) tidak akan mendapatkan syafaat dari puteranya.” (Sunan al-Kubro, al-Baihaqi, 9/299)

Pandangan Kedua, Sedikit berbeda pandangan. Imam Mula Ali Qori (ulama madzhab hanafi). Beliau memahami makna “anak tergadaikan” yaitu terselamatkan anak dari tiap mara bahaya karena sudah beraqiqah. Nantinya setelah anak diaqiqahkan harapannya anak akan mendapatkan keselamatan. Beliau mengatakan,

مرهون بعقيقته يعني أنه محبوس سلامته عن الآفات بها أو أنه كالشيء المرهون لا يتم الاستمتاع به دون أن يقابل بها لأنه نعمة من الله على والديه فلا بد لهما من الشكر عليه

Tergadaikan dengan aqiqahnya, artinya jaminan keselamatan untuknya dari segala bahaya, tertahan dengan aqiqahnya. Atau si anak seperti sesuatu yang tergadai, tidak bisa dinikmati secara sempurna, tanpa ditebus dengan aqiqah. Karena anak merupakan nikmat dari Allah bagi orang tuanya, sehingga keduanya harus bersyukur. (Mirqah al-Mafatih, 12/412)  | Aqiqah Bandung

Pandangan Ketiga, Pendapat makna “tergadaikan” yang dimaksud diterangkan oleh Imam Ibnul Qoyim bahwa aqiqah merupakan sarana membebaskan bayi dari kekangan setan.

Karena setiap bayi yang lahir akan diikuti setan dan dihalang-halangi dalam melakukan kebaikan akhiratnya. Aqiqah menjadi pembebas.  | Aqiqah Bandung

Beliau menolak pandangan bahwa aqiqah adalah syarat adanya syafaat anak bagi orang tuanya.  | Aqiqah Bandung

Beliau mengatakan,

كونه والداً له ليس للشفاعة فيهوكذا سائر القرابات والأرحام وقد قال تعالى يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ وَاخْشَوْا يَوْمًا لَا يَجْزِي وَالِدٌ عَنْ وَلَدِهِ وَلَا مَوْلُودٌ هُوَ جَازٍ عَنْ وَالِدِهِ شَيْئًا

Status seseorang sebagai orang tua bagi si anak, bukan sebab dia mendapatkan syafaat. Demikian pula hubungan kerabat dan keluarga (tidak bisa saling memberi syafaat). Allah menegaskan dalam Alquran:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ وَاخْشَوْا يَوْمًا لَا يَجْزِي وَالِدٌ عَنْ وَلَدِهِ وَلَا مَوْلُودٌ هُوَ جَازٍ عَنْ وَالِدِهِ شَيْئًا

Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu dan takutilah suatu hari yang (pada hari itu) seorang bapak tidak dapat menolong anaknya dan seorang anak tidak dapat (pula) menolong bapaknya sedikitpun (QS. Luqman: 33)

Ibnul Qoyim melanjutkan pendapatnya

فلا يشفع أحد لأحد يوم القيامة إلا من بعد أن يأذن الله لمن يشاء ويرضى ، فإذنه سبحانه وتعالى في الشفاعة موقوف على عمل المشفوع له من توحيده وإخلاصه

Karena itu, seseorang tidak bisa memberikan syafaat kepada orang lain pada hari kiamat, kecuali setelah Allah izinkan, untuk diberikan kepada siapa saja yang Dia kehendaki dan Dia ridhai. Sementara izin Allah dalam syafaat, tergantung dari tauhid dan kekuatan ikhlas dari orang yang mendapat syafaat itu. (Tuhfah al-Maudud, hlm. 73).

lalu Ibnul Qoyim menyebutkan tafsir hadis di atas,

المرتهن هو المحبوس إما بفعل منه أو فعل من غيره … وقد جعل الله سبحانه النسيكة عن الولد سببا لفك رهانه من الشيطان الذي يعلق به من حين خروجه إلى الدنيا وطعن في خاصرته فكانت العقيقة فداء وتخليصا له من حبس الشيطان له وسجنه في أسره ومنعه له من سعيه في مصالح آخرته التي إليها معاده

Tergadai dimaknai tertahan, baik karena perbuatan diri sendiri atau orang lain… dan Allah jadikan aqiqah bagi anak sebagai pelepaskekangan setan, yang dia selalu mengiringi bayi bahkan sejak lahir ke dunia, dan menusuk-nusuk bagian pinggangnya dengan jari. Karenanya aqiqah adalah tebusan dalam membebaskan bayi dari jerat-jerat setan, yang menghalanginya berbuat kebaikan akhiratnya karena itu (akhirat) adalah tempat kembalinya. (Tuhfah al-Maudud, hlm. 74)  | Aqiqah Bandung

Baca Juga: