Batas Waktu Aqiqah itu Kapan? Bagaimana cara menghitung hari Aqiqah Anak?\

Apakah di hari ke 6, hari ke 8, 14, 40?

Lalu bagaimana hukum aqiqah anak 3 tahun? Dan aqiqah setelah dewasa oleh diri sendiri?

Aqiqah Al Hilal akan mengulas batas waktu aqiqah dengan rujukan yang mudah-mudahan tepat.

Batas waktu aqiqah yang merujuk pada hadits shahih.

Perlu diketahui, tiap ibadah itu dikatakan sempurna apabila sesuai dengan syariah yang berlaku, tak terkecuali dengan syukuran aqiqah.

Dalam Islam, ibadah mesti memiliki landasan dalilnya yaitu Al Quran dan Hadis. Adanya dasar hukum untuk melegitimasi benar dan tidaknya suatu ibadah. Hal ini pun berlaku untuk batas waktu aqiqah.

Pada pembahasan kali ini aqiqah Al hilal akan menjelaskan mengenai batas waktu aqiqah menurut  Islam dan pandangan ulama hingga tata cara menghitung hari aqiqah.

Untuk lebih jelasnya, silahkan pembahasan berikut ini hingga akhir.

Dalil Naqli Batas Waktu Aqiqah

Sebelum membahas mengenai batas waktu aqiqah, simak anjurkan sunnah Nabi tentang waktu pelaksanaan aqiqah.

Terdapat hadits shahih (menurut Albani) yang menjelaskan waktu pelaksanaan syukuran aqiqah, yakni:

كُلُّ غُلاَمٍ مُرْتَهَنٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ السَّابِعِ وَيُحْلَقُ رَأْسُهُ وَيُسَمَّى

 “Tiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya. Disembelih pada hari ketujuh, dicukur gundul rambutnya, dan diberi nama”(HR. at-Tirmidzi no. 1605 dan HR Ahmad no. 20722 Albani mensahihkan hadis ini).

Pada hadits di atas, Rasulullah memerintahkan kapan waktu yang tepat dalam melaksanakan ibadah aqiqah. Yaitu tepat pada hari ke-7 (tujuh) setelah kelahiran anak.

Jumhur ulama’ pun setuju bahwa hari ke tujuh-lah yang merupakan pendapat yang paling shahih. Sebagian ulama’ lainnya membolehkan syukuran aqiqah dilaksanakan setelah hari ke tujuh paska kelahiran bayi.

Untuk lebih jelasnya mengenai perbedaan pendapat di kalangan ulama tersebut, simak penjelasan berikut.

Cara Menghitung Batas Waktu Aqiqah – Menghitung Hari Aqiqah

Sebagaimana penjelasan hadis di atas, menurut Jumhur Ulama waktu aqiqah yang paling afdhol yaitu pada hari ketujuh paska kelahiran bayi.

Lantas bagaimana dengan batas waktu aqiqah jika kurang hari ke tujuh?

Ulama’ bermadzhab Syafi’I, Maliki, Hanafi dan Hambali berpandangan bahwa aqiqah sebaiknya dilaksanakan pada hari ketujuh setelah kelahiran.

Apabila aqiqah dilakukan sebelum hari ketujuh maka dianggap tidak sah. Malahan ada  yang berpendapat bahwa menyembelih hewan sebelum hari ketujuh dianggap sembelihan biasa saja.

Bagaimana jika aqiqah dilaksanakan setelah hari ke tujuh kelahiran?

Pandangan Madzhab Maliki

Menurut para ulama bermadzhab Maliki, setelah melewati hari ketujuh maka hukum aqiqah menjadi gugur.

Dengan kata lain, menyembelih domba dan kambing setelah hari ke tujuh dianggap syukuran biasa.

Pandangan Madzhab Syafii

Sedangkan ulama bermadzhab Syafi’i berpandangan bahwa batas waktu aqiqah itu tatkala si anak mencapai usia baligh.

Jadi meskipun syukuran pemotongan domba aqiqah tak dilaksanakan tepat hari ketujuh, orang tua masih dianjurkan mengaqiqahi anak mereka sebelum datang baligh.

Apabila anak sudah baligh namun belum sempat diaqiqahi orang tuanya, maka sudah bisa mengaqiqahi dirinya sendiri. (al-Mawsu’ah al-Fiqhiyah).

Pandangan Madzhab Hambali

Berbeda dengan pandangan madzhab Maliki dan Syafi’i, ulama madzhab Hambali menjelaskan batas waktu aqiqah.

Menurut mereka, aqiqah boleh dilaksanakan tiap-tiap kelipatan hari ke tujuh kelahiran bayi.

Misalkan, jika aqiqah tidak dilaksanakan hari ketujuh, maka bisa hari keempat belas. Jika masih tidak bisa, maka hari ke dua puluh satu. Dan seterusnya.

Terlepas dari pandangan para ulama di atas, mayoritas ulama’ sepakat bahwa hari ketujuhlah waktu yang paling shahih ketika melaksanakan aqiqah. Wallahu A’lam.

Baca Juga: Hukum Aqiqah

Tata Cara Menghitung Hari Aqiqah

Setelah mengetahui batas waktu aqiqah diatas maka sebaiknya memahami pula tata cara menghitung hari aqiqah.

Terdapat dua pandangan ulama tentang cara menghitung hari ketujuh kelahiran bayi.

  1. Pandangan pertama adalah menghitung hari aqiqah sejak lahir bayi tersebut.
  2. Pandangan kedua, tidak menghitung hari lahir bayi tersebut.

Hari Pertama Kelahirannya Tidak Dihitung

Pandangan Madzhab Maliki

Batas waktu perhitungan hari aqiqah ketika melewati waktu subuh.

Contok: Bayi lahir pada hari Jum’at pukul 6 pagi, maka Sabtu adalah hari pertama dihitungnya kelahiran bayi.

Maka bayi diaqiqahkan pada Jum’at depannya.

Hari Pertama Kelahirannya Dihitung

Sedangkan jumhur ulama’ menganggap bahwa hari ketika bayi keluar dari rahim tetap dihitung sebagai hari pertama.

Misalnya anak lahir di hari Rabu, maka aqiqahnya hari Selasa.

Apabila bayi lahir di hari ahad, maka aqiqahnya di hari sabtu. Wallahu A’lam.

Demikian pembahasan batas waktu aqiqah pada kesempatan kali ini. Banyak perbedaan pendapat mengenai kapan batas waktu aqiqah. Tapi semua sepakat waktu aqiqah yang paling shahih dan afdhol adalah hari ketujuh kelahiran bayi. Wallahu Alam

Semoga pembahasan kali ini bermanfaat. Mohon maaf atas segala kekurangan.