Perbedaan Pendapat Ulama Tentang Hukum Aqiqah Bagi Janin yang Keguguran

Aqiqah Bdg – Aqiqah merupakan penyembelihan hewan ternak sebagai tanda syukur atas kelahiran seorang anak. Dalam pelaksanaannya terkadang masih menimbulkan pertanyaan apakah tetap disunnahkan jika janin mengalami keguguran? Dalam konteks ini, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama, yang perlu dipahami dengan seksama.

Pendapat Ibnu Hajar

Menurut Ibnu Hajar, aqiqah tidak diwajibkan untuk janin yang keguguran sebelum mencapai usia empat bulan atau sebelum memiliki bentuk manusia yang jelas. Dalam pandangannya, aqiqah terkait dengan kelahiran anak yang telah mencapai usia tertentu dan memiliki rupa manusia yang jelas.

Ibnu Hajar merujuk pada kitab Fatawa yang menyatakan bahwa aqiqah hanya disunahkan untuk bayi keguguran yang sudah ditiupkan roh padanya, yang dapat diketahui melalui adanya tanda-tanda kehidupan.

“Aqiqah hanya disunahkan untuk bayi keguguran yang sudah ditiupkan roh padanya (yang bisa diketahui dengan adanya tanda-tanda kehidupan).”

(Al-Fatawa al-Fiqhiyyah al-Kubra)

Alasan Ibnu Hajar adalah bahwa bayi yang keguguran sebelum roh ditiupkan kepadanya tidak akan dibangkitkan di hari kiamat, sehingga aqiqah tidak perlu dilakukan sebelum usia empat bulan.

“Adapun janin yang belum ditiupkan roh padanya maka dia (bagaikan) benda mati yang tidak akan dibangkitkan serta tidak bisa dimanfaatkan kelak di akhirat. Sehingga tidak disunahkan menyembelih akikah untuknya. Berbeda dengan bayi keguguran yang sudah ditiupkan kehidupan padanya, ia adalah manusia hidup yang akan dibangkitkan kembali kelak di akhirat serta bisa dimanfaatkan syafaatnya.”

Pendapat yang Menyarankan Pelaksanaan Aqiqah

Tetapi, ada pandangan ulama yang menyarankan pelaksanaan aqiqah dalam kasus keguguran sebagai wujud amal kebaikan. Mereka melihat aqiqah sebagai doa dan ungkapan syukur atas anugerah seorang anak, meskipun anak tersebut tidak mencapai usia lahir secara fisik.

Dapat disimpulkan bahwa jika keguguran terjadi sebelum ditiupkannya roh (sebelum usia empat bulan atau 120 hari), aqiqah tidak disunnahkan.

Namun, jika keguguran terjadi setelah roh ditiupkan, aqiqah tetap disunnahkan. Meskipun terdapat perbedaan pendapat, pelaksanaan aqiqah tetap dianggap sunnah muakkad, semakna dengan yang wajib, menurut Sayyid Sabiq yang disusun oleh Syaikh Sulaiman Ahmad Yahya Al-Faifi.

Ketentuan Aqiqah

Pelaksanaan aqiqah dianggap sunnah muakkad, meskipun ayah bayi berada dalam situasi kesulitan ekonomi. Hal ini didasarkan pada hadits Rasulullah SAW yang menekankan pentingnya aqiqah sebagai bentuk penghormatan terhadap kelahiran seorang anak.

Dari Samurah RA Rasulullah SAW bersabda, “Tiap-tiap anak laki-laki tergadai dengan akikahnya. Disembelih akikah itu untuknya pada hari ke-7, dicukur rambutnya, dan diberi nama.” (HR Ahmad)

Jumlah Hewan untuk Aqiqah

Anak laki-laki disyaratkan menyembelih dua ekor kambing sebagai bagian dari aqiqah, sedangkan anak perempuan cukup satu ekor kambing. Hal ini sesuai dengan petunjuk dalam hadits yang merinci aturan pelaksanaan aqiqah.

Aisyah pernah berkata, “Rasulullah memerintahkan kami untuk menyembelih akikah anak laki-laki dua ekor kambing yang sama besar dan untuk anak perempuan seekor kambing.” (HR At-Tirmidzi).

Sumber gambar: dream.co.id

Penulis: Elis Parwati