Aqiqah Bdg – Dikutip dari detik.com Sayyid Sabiq dalam Fiqh As-Sunnah mengatakan bahwa aqiqah adalah sembelihan yang disembelih atas nama bayi yang dilahirkan. Menurutnya, kata aqiqah juga disebut iqqah yang berarti rambut bayi manusia. Kata ini juga disebutkan sebagai sebutan bagi domba yang disembelih atas nama bayi yang dilahirkan.
Seperti yang telah kita ketahui bahwa Rasulullah SAW menganjurkan umatnya untuk menyembelih hewan ketika seorang bayi lahir, atau hal ini disebut juga dengan Aqiqah. Ada beberapa perbedaan mengenai hukum melaksanakan Aqiqah.
Dalil mengenai aqiqah disebutkan dalam riwayat yang berasal dari Samuroh bin Jundub RA, Rasulullah SAW bersabda,
“Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya, maka hendaklah disembelihkan untuknya pada hari ketujuh, dicukur rambutnya, dan diberi nama.” (HR Ibnu Majah. Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i, Ahmad dan lainnya juga meriwayatkan hal yang sama)
Hukum Melaksanakan Aqiqah
Menurut Wahbah az-Zuhaili dalam Fiqhul Islam wa Adillatuhu, ulama mazhab Syafi’i mengungkapkan bahwa menunaikan ibadah hukumnya sunnah bagi pihak-pihak yang wajib menafkahi anak tersebut. Sementara ulama mazhab Hanafi mengungkapkan baha menunaikan aqiqah hukumnya mubah dan tidak sampai mustahab (dianjurkan).
Wahbah az-Zuhaili menjelaskan lebih lanjut, jumhur ulama sepakat bahwa hukum aqiqah tidak sampai wajib, namun hukumnya bisa menjadi wajib apabila sebelumnya sudah nazar.
Landasan mengenai hukum ini disebutkan dalam hadits riwayat Abu Dawud yang berasal dari Ibnu Abbas, bahwa baik ketika Hasan maupun Husein (cucu Rasulullah SAW) lahir, Rasulullah SAW menyembelih untuk masing-masing seekor domba jantan bertanduk.
Hukum Melaksanakan Aqiqah Bagi Orang Tua Tidak Mampu
Sejumlah ulama mengemukakan pendapat tentang hukum melaksanakan aqiqah bagi orang tua yang tidak mampu salah satunya Sayyid Sabiq dalam Kitab Fiqih Sunnah-nya yang mengatakan bahwa hukum aqiqah adalah sunnah muakkad meskipun orang tua bayi yang baru dilahirkan mengalami kesulitan ekonomi.
Sementara itu disebutkan dalam Fiqh at-Ta’amul Ma’a an-Nas karya Abdul Aziz ibn Fauzan ibn Shalih, Ibnu Taimiyyah mengemukakan pendapatnya bahwa orang yang tidak mampu hendaknya ia tidak sampai berhutang untuk mengaqiqahkan bayinya karena hal tersebut dapat mendatangkan mudharat baginya.
Para ulama menyebutkan bahwa aqiqah dilaksanakan tepat pada hari ketujuh kelahiran bayi. Jika bayi lahir di malam hari, maka tujuh hari tadi dihitung mulai pada keesokan harinya. Akan tetapi, ulama mazhab Syafi’i mengatakan aqiqah tetap boleh dilaksanakan sebelum atau sesudah hari ketujuh.
Wallahu’alam..
Ilustrasi bayi baru lahir. Sumber gambar: alodokter
Penulis: Elis Parwati