Aqiqah Bandung.
Menjadi Orang tua kadang kita punya ekspektasi yang begitu besar terhadap anak. Contohnya, berharap anak kita menjadi seperti yang kita inginkan misalkan ingin supaya anaknya jadi polisi, tentara, dokter, atlet, ataupun lainnya.
Selain itu, kita juga sering memaksakan kehendak terhadap anak kita. Misalnya memaksakan anak kita untuk menjadi instan rajin beribadah, juara kelas, jago berbahasa asing, dan sebagainya.
Sebenarnya hal tersebut sah dan tergolong wajar. Sebab tiap orang tua ingin anaknya mendapat yang terbaik. Namun perlu diingat bahwa orang tua mesti berhati-hati jangan sampai berlebihan. Pasalnya, dalam Islam sesungguhnya orang tua dilarang membebani anak kita secara berlebihan.
Allah sendiri pernah berfirman bahwa tak akan pernah membebani hamba-Nya di luar batas kemampuan. Karena itu ketika orang tua ingin anaknya taat atau ingin anaknya seperti yang kita inginkan, maka ukurlah kemampuan anak tersebut. Sehingga orang tua tak memberikan beban yang membuat stress karena belum sanggup dipikul oleh anak.
Baca Juga: Aqiqah Bandung dan Aqiqah Cimahi
Sebagaimana Allah berfirman, “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (QS. Al-Baqarah: 286)
Bahkan Rasulullah SAW pun pernah menganjurkan umatnya untuk tidak memberi beban hamba sahaya melebihi batas kemampuannya. Sabda Nabi, “Dan janganlah kalian membebani mereka (budak) atas beban yang mereka (hamba sahaya) tidak sanggup. Jika kalian membebani mereka, maka bantulah mereka.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hamba sahaya saja tidak boleh untuk dibebani secara berlebihan, apalagi seorang anak darah daging kita. Contoh yang paling sederhana, ada ibu yang ingin anaknya menjadi anak yang pintar serta juara kelas.
Kemudian sang ibu setiap hari memberikan anaknya les dan fasilitas pelajaran tambahan. Maka baiknya ibu tersebut menyesuaikan jumlah jam tambahan pelajaran tersebut dengan kemampuan fisik sang anak.
Kasus diatas pernah disinggung oleh Rasulullah SAW saat Ibnu ‘Umar RA ingin ikut berperang bersama dengan Rasulullah SAW. Ketika itu Rasulullah SAW menolak permintaan Ibnu ‘Umar RA, sebab Ibnu ‘Umar RA dianggap masih belum layak berperang. Dalam sebuah hadis dijelaskan,
“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam suatu hari mengecek barisan pasukan pada perang Uhud. Abdullah Ibnu ‘Umar mengatakan, “Ketika itu aku berusia 14 tahun.” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengizinkanku (untuk ikut perang). Kemudian beliau mengecek barisan pasukan pada perang Khondaq, ketika itu aku berusia 15 tahun dan beliau pun mengizinkanku (untuk ikut perang).” (HR. Bukhari)
Dalam hadis diatas bisa kita tangkap bahwasanya Rasulullah SAW tidak pernah membebani Umar RA di luar batas kemampuan fisik yang ia miliki. Sebab kala perang Uhud, usia Abdullah bin Umar masih 14 tahun sehingga dianggap belum layak untuk ikut berperang. Sedangkan ketika perang Khondaq, usia Ibnu Umar RA sudah masuk akhil baligh yaitu 15 tahun serta dianggap mampu untuk ikut berperang.
Dalam hadis lain, Rasulullah SAW menegaskan begitu urgennya untuk memperhatikan kemampuan anak. Sabda Nabi, “Jika salah seorang di antara kalian menjadi imam shalat suatu kaum, maka hendaklah dia ringankan. Sebab di antara kita ada anak-anak kecil, orang yang sudah tua, orang yang lemah, dan orang yang sakit. Namun jika dia shalat sendirian, maka silahkan dia shalat sepanjang yang dia inginkan.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Karenanya duhai orang tua jangan lupa perhatikan kemampuan anak. Tak perlu terlalu memaksakan keinginan kita jikalau itu malah membebani anak di luar batas kesanggupan mereka. Wallahu Alam